Rabu, 09 Januari 2019

ETIKA PENGGUNAAN KOMPUTER DI TEMPAT KERJA (STUDI KASUS DI INDONESIA)

Aditya Nughroho
30116219

ETIKA PENGGUNAAN KOMPUTER DI TEMPAT KERJA
(STUDI KASUS DI INDONESIA)

PENDAHULUAN

Teknologi informasi didefiniskan sebagai seperangkat alat yang dapat membantu manusia untuk membuat, mengubah, menyimpan, meng-komunikasikan dan menyebarkan informasi (Mc Keown, 2001).Sejak penemuannya pada abad ke-12, perkembangan teknologi meningkat semakin pesat.Salah satu jenis teknologi yang sering dijumpai di perusahaan, sekolah, bahkan rumah tangga adalah komputer. Komputer merupakan sebuah alat hitung elektronik yang dirancang untuk dapat menerima informasi digital secara cepat, memproses input, menyimpan input sesuai dengan arahan/perintah, kemudian menghasilkan output dalam bentuk informasi (Robert H. Blissmer, 1984; Larry Long & Nancy Long, 1996; Donald H. Sanderes, 1983).
Cyberslacking atau cyberloafing didefinisikan sebagai kegiatan menggunakan internet untuk keperluan pribadi pada saat jam kerja. Griffiths (2003) menyatakan bahwa 59% karyawan menggunakan internet untuk hal yang tidak berhubungan dengan tugas pekerjaan. Penelitian ini juga di dukung oleh Greenfield & Davis (2002), Mills, Hu, Beldona dan Clay (2001) yang menyatakan bahwa karyawan menghabiskan 2,5 – 3 jam per hari untuk keperluan pribadi. Ada survei lain yang dilakukan di Semenanjung Irlandia oleh Mohamed et al., (2012). Penelitian ini menyebutkan bahwa waktu rata-rata karyawan Irlandia menghabiskan waktu di media sosial pada saat jam kerja adalah 90 menit per hari. Jika dikalikan kedalam setahun, ada 43 hari non-produktif yang dilakukan karyawan. Menurut Rajah dan Lim (2011), Cyberslacking dikategorikan sebagai kegiatan penyalahgunaan komputer karena hal ini memberikan dampak yang sangat besar. Menurut O'Donnel (2008), sebuah perusahaan yang memiliki 1.000 karyawan bisa kehilangan sampai £2.5m setahun melalui penggunaan non - bisnis internet.
Seiring dengan tingginya tingkat penyalahgunaan komputer di Indonesia, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang dapat melindungi individu dari pelaku kejahatan. Undang-undang Hak Cipta no.19 Tahun 2002 dibuat pemerintah RI untuk melindungi hasil karya orang lain dan menegakkan etika dalam penggunaan komputer. Namun, Barat (1995) berpendapat bahwa tata tertib/aturan tidak dapat mengubah sikap seseorang terhadap penggunaan komputer, bagaimanapun, perusahaan harus fokus kepada pelatihan etika formal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami persepsi karyawan mengenai etika penggunaan komputer di tempat kerja dan menginvestigasi sejauh mana karakteristik pribadi seperti jenis kelamin, keyakinan agama, kepuasan kerja dan posisi dalam hirarki organisasi dapat mempengaruhi sikap etis karyawan dalam penggunaan komputer.Penelitian ini merupakan salah satu penelitian perintis di bidang ini terutama di Indonesia .Dalam pandangan itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali pengetahuan lebih mendalam berkaitan dengan persepsi karyawan tentang etika menggunakan komputer.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik bagi perusahaan maupun akademisi.Peneliti berharap penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan ilmiah untuk mahasiswa maupun akademisi dan dapat mengembangkan kajian ilmu manajemen, khususnya mengenai etika dan etika bisnis.Peneliti juga berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan, terutama sebagai bahan informasi mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku etis karyawan di tempat kerja, serta bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terhadap karyawan yang tidak berperilaku etis dalam menggunakan komputer.


LANDASAN TEORI
Persepsi Terhadap Etika Penggunaan Komputer
Menurut (Gibson, 1993), persepsi didefinisikan sebagai proses menafsirkan lingkungan yang meliputi informasi objek, orang dan simbol yang melibatkan proses pengenalan (kognitif). Dengan kata lain, persepsi meliputi tindakan menerima, mengorganisir, dan menafsirkan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda sesuai dengan tafsirannya meskipun melihat objek yang sama.
Definisi etika telah dijelaskan oleh (Langford, 1995) bahwa etika mendorong individu untuk berpikir melalui sikap dan keyakinan mereka, individu dapat memutuskan terlebih dahulu apakah pendapat mereka sesuai atau tidak, kemudian mereka harus siap untuk menerima tanggung jawab penuh atas tindakan mereka. Dengan kata lain, etika dapat disimpulkan sebagai aturan/norma/pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok/ segolongan manusia/ masyarakat/ profesi.
Perilaku Etis Terhadap Penggunaan Komputer
(Bommer, Gratto, Gravande, & Tuttle, 1987) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan baik etis maupun tidak etis, yaitu dukungan pemerintah, kebijakan hukum, lingkungan dan karakteristik individu. Ford dan Richardson (1994) setuju bahwa karakteristik individu merupakan faktor yang paling signifikan dalam mempengaruhi perilaku etis.
Kebiasaan dan Kecanduan Internet
Karyawan yang terbiasa menggunakan internet atau mengalami kecanduan menggunakan internet lebih besar peluangnya melakukan penyalahgunaan internet
Larangan Penggunaan Internet
Peraturan perusahaan atas penggunaan internet atau mekanisme monitoring yang digunakan untuk menghalangi karyawan melakukan cyberloafing seperti pembatasan akses internet dapat mempengaruhi aktifitas itu sendiri (Garrett & Danziger, 2008; Ugrin et al., 2007). Sanksi yang diberikan pada karyawan yang melakukan perilaku menyimpang dapat mengurangi kecenderungan cyberloafing
Gender
Menurut (Fakih, 2001), konsep gender atau dikenal sebagai jenis kelamin merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.Ciri khas perempuan adalah cantik, lemah lembut, emosional atau keibuan, sementara laki-laki memiliki ciri khas berbeda yaitu makhluk yang kuat, rasional, dan jantan.Ciri-ciri tersebut dapat berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat.
Posisi Jabatan di Organisasi
Ada beberapa peneliti terdahulu yang menemukan bahwa pengalaman kerja berkaitan dengan perilaku etis di tempat kerja. Menurut (Kuzu, 2009), semakin tinggi tingkat profesionalisme seseorang dalam menggunakan komputer, maka akan semakin tinggi perilaku seseorang dalam mematuhi aturan penggunaan komputer. Dawson (1997) juga menyatakan bahwa semakin tinggi pengalaman kerja, semakin kecil permasalahan etika yang timbul. Menurut Cappel & Windsor (1998), pekerja profesional dengan pengalaman bertahun-tahun lebih sering menggunakan penalaran moral dibandingkan karyawan baru.
Kepuasan Karyawan
Karyawan adalah aset paling penting dalam organisasi. Jika tidak ada karyawan yang kompeten dibidangnya, maka organisasi tersebut akan sulit untuk berkembang. Menurut (Nor, Norshidah, & Ramlah, 2012), seorang karyawan akan loyal terhadap perusahaannya jika dia merasa puas dengan pekerjaannya, begitu juga sebaliknya.
.


Kepercayaan Agama
Penelitian yang dilakukan oleh Cappel dan Windsor (1998) menemukan bahwa keyakinan agama memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku etis dalam menggunakan komputer.Menurut Dorantes et al. (2006) keyakinan agama mempengaruhi perilaku etis di Amerika Serikat. Peneliti lain juga menemukan bahwa professional IT di Korea yang memiliki keyakinan agama yang kuat, mereka lebih beretika daripada rekan kerja mereka yang tidak mempunyai agama (Kim, 2003). Namun, Chow dan Choi (2003) tidak menemukan hubungan signifikan antara keyakinan agama dan perilaku etis dalam penggunaan computer pada manajer IT di Hong Kong.

Contoh Kasus Cyberslacking atau cyberloafing
Jakarta - Video dua bidan yang bermain aplikasi Tik Tok sambil menggendong bayi viral di media sosial. Banyak yang mengecam aksi yang dilakukan dua bidan perempuan tersebut.
Video Tik Tok itu dibagikan oleh ibu dari bayi yang digendong dua bidan tersebut. Lewat akun Facebook Bakoel Mpo Keceh, ibu tersebut geram melihat kelakuan dua bidan.
Dia juga meminta agar Dinas Kesehatan dapat menindak tegas dua bidan yang diketahui bekerja di salah satu rumah sakit di Bekasi.
"Dear Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tolong ditindak lanjuti oknum bidan yg diluar batas INI dengan menggunakan bayi pasien sbagai alat kesenangan dengan menggunakan aplikasi tiktok. Saya sbagai ibu DRI 2 orang anak melihat perilaku bidan ini sangat tidak bermoral
Susah payah dengan taruhan nyawa bayi ini dilahirkan ibunya dengan mudah oknum bidan INI uwek uwek wajah bayi INI demi kesenangan Dan folower untuk tenar!! Tolong ditindak lanjuti secepat nya agar tidak ada Lagi kejadian macam INI," tulis postingan Bakoel Mpo Keceh, dilihat detikcom pada Rabu (27/6/2018)  https://news.detik.com/berita/4087143/viral-video-bidan-main-tik-tok-sambil-gendong-bayi-pasien



Solusi dari kasus diatas
adalah resminya aplikasi tiktok di blokir .
Kominfo menjelaskan, bahwa dalam sebulan terakhir, mereka telah melakukan pemantauan kepada Tik Tok. Hal ini dikarenakan banjirnya laporan masyarakat yang diterima oleh Kominfo terkait aplikasi asal China tersebut.

Terhitung hingga tadi pagi, Selasa (3/7/2018), Kominfo telah menerima 2.853 laporan dari masyarakat. 
Di antara laporan yang masuk ke Kominfo terkait Tik Tok, fenomena dan perilaku aplikasi tersebut sudah semakin ke arah negatif, mulai dari pornografi, asusila, LGBT, pelecehan agama, fitnah, serta konten yang dinilai meresahkan masyarakat dan anak-anak.

Selain laporan dari masyarakat, Komisi Perlindungan Anak (KPAI) juga menerima pengaduan hal itu, sehingga Kominfo berkomunikasi dengan KPAI dan juga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPA)

Kominfo telah melakukan koordinasi dengan KPAI dan Kemen PPA dalam melakukan pemantauan dan pemblokiran aplikasi Tik Tok tersebut. Pemblokiran pun telah dilakukan saat ini.
https://inet.detik.com/cyberlife/d-4096640/ini-kronologi-pemblokiran-tik-tok-di-indonesia

Solusi Cyberloafing:
Konsekuensi secara organisasi akan perilaku cyberloafing bisa bermacam-macam, dari teralihkannya perhatian si karyawan sampai terkurasnya sumber daya dan keamanan (contohnya, jaringan internet yang melambat atau virus komputer).
Penelitian kami menunjukkan bahwa jika perusahaan ingin mengurangi perilaku curi-curi waktu di internet, maka harus ada strategi untuk melawan kecenderungan karyawan untuk menipu. Maka penekanan terhadap akuntabilitas pun bisa jadi cara mengurangi cyberloafing.   Karyawan bisa diberi tahu bahwa semua aktivitas mereka menjelajah internet saat di kantor akan dimonitor, namun pengawasan seperti ini berisiko melanggar privasi karyawan dan bisa membuat lingkungan kerja menjadi tidak menyenangkan.
Untungnya, perilaku cyberloafing tidak sepenuhnya negatif.Aktivitas browsing di internet bisa berdampak positif pada emosi karyawan, dan memberikan semacam pelepasan stres.Aktivitas ini juga bisa mendorong produktivitas dengan memberi kesempatan karyawan untuk beristirahat sejenak agar mereka bisa memulihkan konsentrasi.

Analisis
Jadi penelitian ini adalah ingin mengetahui faktor apa-apa saja yang mempengaruhi seorang pegawai atau pekerja sampai ingin melakukan kegiatan menggunakan internet untuk keperluan pribadi disaat jam kerja. Menurut landasan teori yang ada di jurnal ini faktor yang menyebabkan perilaku tersebut ada gender(jenis kelamin),posisi jabatan,kepuasan karyawan,dan kepercayaan agama.
penelitian ini mendapatkan dengan metode sampel 10 orang karyawan yang diwawancarai dengan hasil:
·         faktor gender tidak berperan penting atau tidak berpengaruh penting pada cyberloafing ini.
·         7 orang yang diwawancarai juga berpendapat bahwa posisi jabatan sangat berpengaruh terjadinya cyberloafing menurut mereka karena posisi yang lebih tinggi mereka(berposisi tinggi) tidak akan di pertanyakan pekerjaanya karena sudah di percayai dan mereka juga memiliki kuasa atau mempunyai wewenang lebih untuk mengubah data,contoh kasunya adalah korupsi.
·         Dan 4 lagi dari 10 orang yang diwawancarai berpendapat mempunyai kepercayaan atau keyakinan pada agama dapat mempengaruhi sikap mereka untuk tidak melakukan hal yang menyimpang karena mempunyai kesadaran lebih tinggi , tetapi 6 dari 10 yang diwawancarai juga berpendapat bukan berarti tidak mempunyai keyakinan tidak mempunyai kesadaran yang tinggi dan cenderung melakukan hal yang menyimpang.

penelitian ini membuktikan pentingnya etika dalam penggunaan komputer disaat jam kerja dan di tempat kerja. Faktor lain  yang mempengaruhi pelaku cyberloafing selain faktor-faktor yang sudah disebutkan pada landasan teori yaitu factor karakteristik,strees,pekerjaan dan kesadaran diri itu sendiri dalam bagaimana menilai cyberloafing itu masalah atau tidak masalah. Jadi menurut saya penelitian ini sangat berguna bagi perusahaan untuk mengatasi dan mencegahnya cyberloafing pekerjanya agar tidak mengalami kerugian SDM. Serta berguna untuk para karyawan  agar mengetahui betapa pentingnya etika dalam penggunaan computer tersebut.

Hasil
Hasil penelitian menunjukan bahwa etika penggunaan komputer sangat penting dalam organisasi modern dan harus ditangani secara bijak oleh organisasi.Responden juga setuju bahwa posisi dalam organisasi dan keyakinan agama memiliki dampak terbesar dalam mempengaruhi dan membimbing karyawan terhadap penggunaan komputer yang etis di tempat kerja.
Saran
Ada beberapa saran untuk menangani permasalahan ini untuk perusahaan yaitu seperti pemantauan aktivitas karyawan atau pekerja yang lebihketat,pemberian sanksi bagi pelaku cyberloafing,memberikan perbekalan atau traning pada pekerja agar menjadi lebih baik dan lain-lain. Adapun untuk pemerintah agar lebih memantau aplikasi-aplikasi dan situs-situs di dunia dimana teknologi selalu berkembang jika memang ada aplikasi dan situs yang lebih banyak negatifnya dari pada positifnya lebih baik di tindak lanjuti sebagai mana mestinya.


DAFTAR PUSTAKA